Kamis, 03 April 2014

BUSUNG LAPAR




lihatlah, Tuan
perutku bagai gunung mengandung magma
buncitnya sampai merambah angkasa
Tubuhku tinggal tulang pilu dan segenggam daging busuk yang direjam
syahdan rasanya

tidakkah kau dengar, Tuan
kaleng-kaleng beras nyaring bunyinya
dan tangis bayi yang kau dengar sebagai kicauan
burung sikatan diakhir petang
mengencingi tenggorokannya sendiri

Intiplah Tuan,
saat musim hujan datang
Tubuhnya gigil, dengan sehelai rombeng membungkus kulit
pada wajahnya ada sepetak kulit yang di kapling
ditumbuhi berbagai jenis kerak, dan lelumutan
 raut wajahnya redup, habis di telan purnama tempo malam

Tuan, aku terdampar lunglai di bibir kemarau
Bukan karena haus merongrong kerongkongan
Atau cericit burung prenjak yang memanggil-manggil derita
Bukan pula karena matamu yang tersumpal bebatuan
Dan telingamu yang terganjal emas intan
Namun, ruh yang masih ingin hidup ini memangsa raganya sendiri.

L. Widy
Pati 3 Februari 2014